Perlawanan terhadap rencana revisi PP Guru terus disuarakan oleh belbagai organisasi guru.
Sekitar seratus guru dari berbagai daerah dan beragam organisasi guru
melakukan aksi teaterikal sebagai bentuk perlawanan terhadap rencana
pemerintah yang dinilai memaksakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No
74 tahun 2008 tentang Guru.
Penolakan puluhan organisasi guru di luar PGRI terhadap revisi PP ini
terutama terkait Pasal 44 ayat (3) mengenai persyaratan keanggotaan dan
kepengurusan organisasi profesi guru yang disamakan dengan persyaratan
pendirian partai politik. Aturan itu membuat organisasi yang dapat
memenuhi syarat tersebut hanyalah PGRI.
"Pemerintah kami duga kuat hendak menunggalkan kembali organisasi guru
seperti di era Orde Baru. Ini merupakan pembunuhan terhadap
organisasi-organisasi guru yang baru tumbuh," jelas Guntur Ismail,
Presidium Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) pada aksi di depan
kantor Kemenkum dan HAM, Jakarta, Rabu (11/12).
Guntur menambahkan, disinyalir ini beralasan politis untuk kepentingan
2014. Selain itu, Indonesia yang sudah berubah alam demokrasinya
tampaknya tidak dihiraukan sehingga pemaksaan revisi PP No 74/2008
berpotensi membungkam para guru kritis melalui pembatasan kebebasannya
dalam berorganisasi.
Aksi damai para guru di Kemenhumham dilakukan dengan menggelar aksi
teaterikal dan menggotong keranda mayat yang melambangkan matinya
demokrasi khususnya kebebasan berorganisasi guru.
Sekjen Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Suparman mengatakan saat
ini pemerintah melalui Kementerian pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) sedang merevisi Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2008
tentang Guru.
Suparman menjelaskan, empat organisasi Guru berskala Nasional, yaitu
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Persatuan Guru Seluruh Indonesia
(PGSI), Federasi Guru independen Indonesia (FGII), dan Ikatan Guru
Indonesia (IGI) selama hampir setahun ini berjuang menolak revisi
Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2008 tentang guru, khususnya Pasal 44
ayat (3) karena berpotensi kuat melanggar Hak Asasi Manusia, khususnya
kebebasan berserikat atau berorganisasi bagi guru.
Selain itu, Perubahan Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2008 itu,
khususnya Pasal 44 tidak sesuai dengan yang diatur dalam UU 12 Tahun
2011 jo UU 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangan
Undangan, dimana pembuatan PP harus diamanatkan oleh UU.
Sementara UU No 14 tahun 2005 pada Pasal 41 sampai 44 terkait organisasi
guru sama sekali tidak mengamanatkan pengaturannya dalam Peraturan
Pemerintah, demikian penjelasan Muhamad Isnur, Kepala Bidang Penanganan
Kasus LBH Jakarta yang selama ini kerap mendampingi para guru tersebut.
Menurut Isnur, berkaitan dengan Undang-Undang No 10/2004 jo UU No
12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan maka setiap
pembentukan peraturan perundangan harus mengikuti proses harmonisasi di
Kemenkum dan HAM, dalam hal ini wewenang Dirjen Peraturan Perundangan.
“Selama setahun ini, Kami sudah melakukan dialog dengan pihak
Kemendikbud namun tidak mendapatkan respon dengan baik. Kami mendengar
kabar bahwa draft peraturan pemerintah pada Desember 2013 ini akan
dikirim ke Kemenkum dan HAM untuk harmonisasi,” jelas Iwan Hermawan,
Sekjen FGII.
Namun Dirjen Peraturan Perundangan (PP) Kemenkum dan HAM Wahiduddin Adam
mengaku belum menerima draf revisi PP Guru tersebut. Ha itu diungkapkan
Wahiduddin saat menerima perwakilan guru, menyatakan siap menampung
usulan terkait penolakan revisi PP Guru tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar