Selasa, 31 Desember 2013

Organisasi Guru Kukuh Tolak Revisi PP Guru

Perlawanan terhadap rencana revisi PP Guru terus disuarakan oleh belbagai organisasi guru.

Sekitar seratus guru dari berbagai daerah dan beragam organisasi guru  melakukan aksi teaterikal sebagai bentuk perlawanan terhadap rencana pemerintah yang dinilai memaksakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 74 tahun 2008 tentang Guru.

Penolakan puluhan organisasi guru di luar PGRI terhadap revisi PP ini terutama terkait Pasal 44 ayat (3) mengenai persyaratan keanggotaan dan kepengurusan organisasi profesi guru yang disamakan dengan persyaratan pendirian partai politik. Aturan itu membuat organisasi yang dapat memenuhi syarat tersebut hanyalah PGRI.

"Pemerintah kami duga kuat hendak menunggalkan kembali organisasi guru seperti di era Orde Baru. Ini merupakan pembunuhan terhadap organisasi-organisasi guru yang baru tumbuh," jelas Guntur Ismail, Presidium Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) pada aksi di depan kantor Kemenkum dan HAM, Jakarta, Rabu (11/12).

Guntur menambahkan, disinyalir ini beralasan politis untuk kepentingan 2014. Selain itu, Indonesia yang sudah berubah alam demokrasinya tampaknya tidak dihiraukan sehingga pemaksaan revisi PP No 74/2008 berpotensi membungkam para guru kritis melalui pembatasan kebebasannya dalam berorganisasi.

Aksi damai para guru di Kemenhumham dilakukan dengan menggelar aksi teaterikal dan menggotong keranda mayat yang melambangkan matinya demokrasi khususnya kebebasan berorganisasi guru.

Sekjen Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Suparman mengatakan saat ini pemerintah melalui Kementerian pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sedang merevisi Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2008 tentang Guru. 

Suparman menjelaskan, empat organisasi Guru berskala Nasional, yaitu Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI), Federasi Guru independen Indonesia (FGII), dan Ikatan Guru Indonesia (IGI) selama hampir setahun ini berjuang menolak revisi Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2008 tentang guru, khususnya Pasal 44 ayat (3) karena berpotensi kuat melanggar Hak Asasi Manusia, khususnya kebebasan berserikat atau berorganisasi bagi guru.

Selain itu,  Perubahan Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2008 itu, khususnya Pasal 44 tidak sesuai dengan yang diatur dalam UU 12 Tahun 2011 jo UU 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangan Undangan, dimana pembuatan PP harus diamanatkan oleh UU.
Sementara UU No 14 tahun 2005 pada Pasal 41 sampai 44 terkait organisasi guru sama sekali tidak mengamanatkan pengaturannya dalam Peraturan Pemerintah, demikian penjelasan Muhamad Isnur, Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta yang selama ini  kerap mendampingi para guru tersebut.

Menurut Isnur, berkaitan dengan Undang-Undang No 10/2004 jo UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan maka setiap pembentukan peraturan perundangan harus mengikuti proses harmonisasi di Kemenkum dan HAM, dalam hal ini wewenang Dirjen Peraturan Perundangan. 
“Selama setahun ini, Kami sudah melakukan dialog dengan pihak Kemendikbud namun tidak mendapatkan respon dengan baik. Kami mendengar kabar bahwa draft peraturan pemerintah pada Desember 2013 ini akan dikirim ke Kemenkum dan HAM untuk harmonisasi,” jelas Iwan Hermawan, Sekjen FGII.

Namun Dirjen Peraturan Perundangan (PP) Kemenkum dan HAM Wahiduddin Adam mengaku belum menerima draf revisi PP Guru tersebut. Ha itu diungkapkan Wahiduddin saat menerima perwakilan guru, menyatakan siap menampung usulan terkait penolakan revisi PP Guru tersebut.

Seminar PGSI ( Persatuan Guru Seluruh Indonesia ). Bupati : Tidak ada Segmentasi dan Marginaliasasi

Pemerintah Daerah Kabupaten tidak akan melakukan marginmalisasi dan segmentasi terhadap keberadaan dan kelangsungan guru-guru Swasta. Karena dalam pelaksanakan kebijakan di Daerah pada umumnya mengacu padapayung hukum serta alokasi anggran yang ada. Jika ada regulasi yang mengatur dan anggaran memungkinkan kenapa tidak !. Bupati Jepara menegaskan hal tersebut dihadapan para peserta seminar nasional PGSI ( Persatuan Guru Seluruh Indonesia ) di Pendopo kabupaten Jepara. Dimana seminar yang bertajuk "Kebijakan Pemerintah terhadap Eksistensi Pendidikan dan Pendidikan Swasta" ini dihadiri saekitar 500 peserta perwakilan segenap Guru Swasta se kabupaten. Sementara tampil sebagai nara sumber Drs. Ahmad Sholeh dariPGSI Pusat, Umam Sabroni PGSI Jateng sekalugus calon DPD, ketua Komisi C DPRD, Kepala Disdikpora serta Kepala kemenag Kabupaten Jepara. (29/08 2013).
 
Ahmad Marzuqi SE, secara khusus juga mengingatkan karena keterbatasan kemampuan anggaran memamg baru sedemikian kemampuannya. Mari kita terima dengan iklah dan legowo. Janganlah dipandang segala sesuatu dari kulitnya saja tetapi harus diimbangi dengan kenyataan yang lain. Dimana menurutnya penjajahan saat ini masih meneyelimuti kita. Sehingga yang muncul hanyalah adalah kebanggaan melakukan hal-hal yang negatif atau mudlorod. Justru yang melihatnya ini malah merasa malu sendiri. Dalam hal inilah sangat diharapkan kejuangan dan perjuangan pendidik yang tergabung dalam PGSI dapat mengangkat harkat dan martabat jati diri anak-anak didik sebagai generasi penerus bangsa. Ngono ya Ngono nanging ajo Ngono, artinya bolehlah para pendidik yang tegabung dalam Guru Swasta ini menuntut perbaikan nasib dan hak tetapi kewajiban uatama mencerdaskan kehidupan bangsa janganlah dilupakan. Bagiamanpun secara pribadi, Pihkanya sangat merasakan karena sebelum menjadi Bupati, Ahmad marzuqi adalah seorang guru Mardasah hasyim Asyari Bangsri. Segala sesuatu jika kita terima dengan iklash akan menjadi berkah dan lestari sepanujang waktu, tegasnya!.
 
Sementara ketua PGSI Pusat, Drs. Ahmad Sholeh menyatakan bahwa kegiatan seminar ini merupakan road show dan di Jepara adalah kabupaten /Kota yang 4.PGSI yang merup[akan menivestasi dari kebangkitan para guru swasta sebenarnya sudah ada sejak jaman perjuangan. Sejak jaman reformasi ini lebih diintensifkan untuk bangkit ketasa maupun ke bawah melalui pergerakan yang tergabung dalam PGSI. Dimana anggotanya terdiri dari seluruh guru swata murni maupun guru swasta yang bekerja di sekolah negeri. Tujuannya hanyalah satu yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan kewajiban bersaamabaik negeri maupun swasta. Dengan plan meningkatkan pendidikan nasional dan Mengembalikan jatidiri bangsa yang berkarakter merah putih, pancasilais dan religius.
 
Secara khusus Dra. Sri wahyuningsih, ketua PGSI kabupaten Jepara berharap pemerintah kedepan dapat memperhatikan standarisdasi penggajian Guru-Guru Swasta. Hal ini penting agar tidak terjadi kecemburuan antara guru negeri dan swasta yang terjadi selama ini. Pihaknya juga berharap adanya data base yang tepat dari pejabat yang berwenang baik dari Dikpora maupun Kemenag sehingga dalam pelaksanaanya tidak ada kerancuan dalam berbagai kepentingan. Sebagaimana terjadi dalam pemberiaan hibah tahunan kepada guru swata ayang setiap tahunnay terjadi kenacuan pebedaan data. Dimana berdasarkan data tahun 2013 di pihaknya tercatat 13.160 guru swasta ayang ada di jepara, termasuk didalamnya 1.350 guru swasta PAUD. ( Humas/SB).

Minggu, 29 Desember 2013

KABAR GEMBIRA BAGI GURU SWASTA

Kabar Gembira Untuk Guru Swasta Atau Guru Honorer

 On Sunday, 21 April 2013  
Terdapat 4 macam jaminan yang ditentukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yaitu JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), TASPEN (Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri), ASABRI (Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), dan ASKES (Asuransi Kesehatan Indonesia).

Berbeda dengan TASPEN, ASABRI dan ASKES yang diperuntukkan kepada Pegawai Negeri Sipil, JAMSOSTEK adalah program jaminan sosial berdasarkan funded social security, didanai oleh peserta dan terbatas pada para masyarakat pekerja di sektor formal yaitu karyawan-karyawan perusahaan swasta, namun tidak termasuk di dalamnya pekerja-pekerja sektor informal seperti wiraswasta dan industri rumah tangga. Dalam meningkatkan jumlah kepesertaannya, PT. JAMSOSTEK terus melakukan sosialisasi kepada perusahaan-perusahaan tentang beberapa undang-undang terkait tenaga kerja, misalnya UU jaminan sosial dan tenaga kerja, UU kesehatan, dan UU ketenagakerjaan serta mempromosikan program-programnya yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP) dan program renovasi rumah. Sosialisasi ini penting mengingat masih rendahnya kesadaran masyarakat pekerja atas haknya sebagai peserta JAMSOSTEK.
Sebagai wujud peran serta dalam upaya pencerdasan bangsa, PT JAMSOSTEK (Persero) menyelenggarakan program Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) dalam bidang pendidikan. Konkretnya, DPKP ini berupa pemberian beasiswa prestasi bagi anak tenaga kerja peserta Jamsostek dalam jangka waktu 12 bulan, dengan rincian Tingkat SD -SLTP Rp 150.000,-/ bulan dan Tingkat SLTA – Perguruan tinggi sebesar Rp 200.000,-/ bulan. Akumulasi penyaluran dana beasiswa anak pekerja JAMSOSTEK dari tahun 2006 – 2010 telah mencapai Rp. 96,505 miliar kepada 132,825 anak di 121 Kantor Cabang JAMSOSTEK. Tahun 2011 ini PT JAMSOSTEK memecahkan rekor dunia dari Museum Rekor Indonesia dalam penyerahan beasiswa senilai Rp29,4 miliar bagi 12.250 pelajar dan mahasiswa anak dari peserta JAMSOSTEK.

Namun perlu diingat, masih ada pilar pendidikan yang belum menikmati jaminan sosial baik dari JAMSOSTEK maupun dari ketiga jaminan sosial lainnya, yaitu tenaga pendidik honorer dan tenaga pendidik swasta. Mereka tidak mendapatkan jaminan sosial karena tidak berstatus PNS dan tidak memiliki payung hukum yang jelas. Dalam Undang Undang (UU) nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan tunjangan kemaslahatan pemerintah baru disediakan untuk guru-guru PNS.

Saat ini pemerintah mengeluarkan tunjangan fungsional untuk guru swasta Rp.250.000/bulan, namun jumlah tersebut dirasa masih terlalu kecil. Menurut data yang ada di Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) saat ini jumlah tenaga pendidik swasta di Indonesia mencapai 700 ribu orang. Terjadinya penambahan guru ini cukup menggembirakan karena memperlancar proses belajar mengajar. Namun dikuatirkan jumlah yang besar ini ini akan berpengaruh pada program tunjangan guru swasta yang biasanya diberi pemerintah, dengan kata lain nilai tunjangan yang diterima guru berkurang dari biasanya karena jumlah pembaginya lebih besar. Oleh karena itu, apabila pemerintah belum menaikkan status mereka menjadi tenaga pendidik negara, selayaknya ada jaminan sosial bagi tenaga pendidik meliputi jaminan layanan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua.

Kondisi lebih parah dialami oleh guru di perbatasan dan daerah karena sulitnya mendapat tunjangan. Ada 400 guru Kabupaten Nunukan (Kalimantan) yang bertugas di perbatasan RI-Malaysia dan hanya 8 orang di antaranya yang mendapatkan tunjangan. Di Pulau Marore, perbatasan RI-Filipina para guru perlu lebih dari 2 tahun menunggu tunjangan seperti yang dijanjikan pemerintah pada tahun 2009 lalu. Sementara sejumlah guru yang mengajar di Senaning, perbatasan Indonesia – Malaysia di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, sempat melakukan aksi mogok mengajar karena tertundanya pembayaran tunjangan guru perbatasan tahun 2011. Kasus-kasus tersebut di atas menjadi ironis dengan niat pemerintah untuk memperkuat pendidikan di daerah perbatasan.

Tak jauh beda nasibnya, guru honorer di Indonesia belum berkesempatan mendapatkan tunjangan ataupun jaminan sosial. Bahkan besaran gajinya sangat variatif di tiap daerah, bahkan antara yayasan berbeda di daerah yang sama. Tidak semua guru honorer beruntung mendapatkan gaji sama atau diatas standar upah minimum. Meskipun pada tahun 2010 telah dilakukan pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS dan penghentian rekruitmen tenaga honorer, namun kenyataannya masih banyak tenaga honorer yang tersisa. Tahun 2011 jumlah tenaga honorer di Indonesia adalah 67ribu, diantara adalah guru. Menurut data Persatuan Guru Republik Indonesia pada 2011 jumlah guru honorer yang akan dinaikkan statusnya menjadi PNS mencapai 160.000 orang. Kemudian, pada 2012 jumlah guru honorer yang akan mengikuti seleksi CPNS mencapai 720.000 orang. Tampaknya gelar pahlawan tanpa tanda jasa semakin lekat pada guru-guru honorer.

Di mana posisi JAMSOSTEK dalam hal ini? Sebagai upaya mendukung kemajuan pendidikan nasional dan meningkatkan kecerdasan bangsa dengan memberikan dukungan langsung pada upaya peningkatan produktivitas dan peningkatan kesejahteraan bagi tenaga pendidik dan keluarganya diharapkan langkah ke depan PT JAMSOSTEK dapat meningkatkan kepesertaan dari tenaga-tenaga pendidik non PNS. Untuk itu PT JAMSOSTEK akan banyak memerlukan penyesuaian terkait status guru swasta dan honorer yang masih abu-abu dan terkait besaran gaji dan honor yang sangat variatif. PT. JAMSOSTEK harus gencar melakukan sosialisasi program-program jaminan ke yayasan-yayasan pendidikan swasta maupun sekolah negeri yang masih mempekerjakan guru honorer serta melakukan “negosiasi” dengan menggandeng Pemerintah maupun Yayasan untuk menentukan bentuk program yang sesuai untuk tenaga pendidik swasta dan honorer, khususnya guru.

Selasa, 24 Desember 2013

REKOMENDASI PGSI UNTUK PRESIDEN TENTANG GURU SWASTA

REKOMENDASI 1:
Masalah Beban Kerja Guru dan Masalah Kekurangan serta Distribusi Guru di Daerah

1.    Bahwa pasal 35 UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa :
           
(1)    Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan  
         pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,  
        membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
 (2)  Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-
        kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya  
        40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.  
2.  Bahwa penghitungan beban kerja guru dengan memperhitungkan sejumlah kegiatan pokok guru dengan keragamannya (persiapan, evaluasidan tugas2 tambahan) sebagaimana termuat dalam Permendiknas nomor 39/2009 jo Permendiknas nomor 30/2011 Pasal 5 adalah perhitungan beban kerja yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan DoseN
3. Bahwa penerapan penghitungan beban kerja berdasarkan Peraturan Bersama 5 (Lima) Menteri (PBLM) yang melakukan perhitungan beban kerja guru didasarkan hanya pada kegiatan pelaksanaan pembelajaran didalam kelas yang mulai diberlakukan tahun 2012 adalah : 
a. Tidak sesuai dengan Undang-Undang 14 Tahun 2005 tentang Guru  dan Dosen karena hanya menghitung beban kerja pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas saja, sedangkan UU 14/2005 mengamanatkan bahwa beban kerja guru mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan (didalam kelas), menilai, membimbing dan melakukan tugas-tugas tambahan. Dengan demikian beban kerja guru yang termuat didalam UU Guru yang memiliki makna sangat menghargai profesionalisme guru telah  diredusir sedemikian rupa dalam PBLM sehingga hanya bermakna sebagai Jam Mengajar Guru semata. Padahal dalam UU Guru, Jam kegiatanMengajar Guru hanyalah salah satu bagian dari sejumlah kegiatan profesional guru; 
b.  Tidak realistis karena standar isi yang mengatur beban belajar peserta didik untuk setiap mata pelajaran tidak mendukung penerapan sistem penghitungan beban kerja berdasarkan PBLM. Pemaksaan cara hitung beban kerja seperti ini akan berdampak pada pembebanan yang berlebihan pada profesi guru dan itu berarti merupakan hambatan bagi pengembangan profesionalisme guru; 
c. Penghitungan beban kerja guru berdasarkan PBLM jika dikaitkan dengan pengelolaan distribusi guru akan berdampak pada sistem pembelajaran yang kacau balau dan tidak masuk akal karena menyebabkan banyak guru akan mengajar pada lebih dari satu satuan pendidikan. Selain menimbulkan sistem administrasi yang kacau, pembiayaan negara dan pembiayaan pribadi guru makin membengkak, juga akan menyebabkan guru tidak fokus pada pekerjaan profesinya. 
d. Penghitungan beban kerja berdasarkan PBLM akan berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran terhadap guru-guru honorer dan semakin menyingkirkan peranan perguruan dan guru-guru swasta karena setiap satuan pendidikan negeri akan selalu berusaha menambah jumlah rombongan belajar untuk menutupi kekurangan jam mengajar, dan sejumlah guru PNS akan memenuhi sekolah-sekolah swasta untuk menutupi kekurangan jam mengajarnya; 
     e.  Penghitungan beban kerja berdasarkan PBLM bertentangan dengan semangat 
         awal disusunnya UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen yang secara ideal ingin 
         menjadikan guru profesional dengan mengajar hanya pada satu satuan 
         pendidikan saja sehingga guru dapat fokus melakukan kegiatan pembelajaran 
         dan dengan mudah mengenali dan memahami setiap peserta didik yang 
         menjadi tanggung jawabnya. 
3. Bahwa dengan penerapan sistem perhitungan beban kerja guru yang akan menimbulkan sejumlah persoalan dalam pengelolaan guru secara nasional ditambah lagi sistem penghitungan ini bertentangan dengan UU Guru Dan Dosen dan tidak konsisten dengan semangat penyusunan UU Guru dan Dosen. Olehkarenaitu: Kembalikan sistem perhitungan yang sesuai dengan amanat UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 35 dengan memberlakukan kembali sistem penghitungan beban kerja sebagaimana yang termuat dalam pasal 5 Permendiknas Nomor 39/2009 jo Permendiknas Nomor 30/2011 dengan cara menghitung keragaman tugas-tugas pokok profesi guru; 
4.  Bahwa penyelesaian pemenuhan kekurangan guru di sejumlah daerah tidak dapat dilakukan dengan cara instan apalagi mengabaikan peraturan perundangan yang berlaku serta mengabaikan realitas sosial budaya yang berkembang dimasyarakat serta realitas sosial budaya para pendidik.